Jumat, 08 Januari 2010

Modal Terbesar Kita

Modal Terbesar Kita

Suatu saat, saya ditawari produk penghemat listrik untuk perusahaan saya. Berhubung saya adalah kepala cabang di outlet perusahaan saya itu, maka saya yang harus menangani semua itu. Akhirnya pimpinan dari perusahaan penyedia alat penghemat listrik itu ngobrol dengan saya. Beliaunya pertama mengintoduksi produk tersebut pada saya. Seperti biasa orang mengetahui produk baru, saya lalu bertanya perbedaan dengan produk lain dan pertanyaan-pertanyaan standard lainnya. Dan dikarenakan suatu hal meskipun saya tertarik dengan produk tersebut, saya memutuskan untuk menolak produk itu sementara waktu. Padahal waktu itu KwH meter saya sudah dicatat selama seminggu untuk data.

Sampai suatu saat saya teringat lagi dengan produk itu dan itu terjadi setahun kemudian. Tetapi ketika saya menghubungi penjual itu kembali, saya masih disambut dengan baik dan akhirnya sampailah terjadi kesepakatan untuk penggunaan alat penghemat listrik tersebut.

Banyak hal yang saya salut terhadap penjual ini, model MOU (Memorandum Of Understanding) yang dibuat adalah 2 minggu pertama, kWh meter saya dicatat sebelum alat itu dipasang, lalu alat dipasang dan kemudian kWh meter akan dicatat lagi untuk komparasi data selama 2 minggu. Penjual alat itu mengatakan bahwa alat itu bisa menghemat listrik ditoko saya sebanyak 10-30%.

Setelah dua minggu berlalu dan kWh meter saya selalu dicatat, keluarlah hasilnya bahwa alat itu hanya bisa menghemat sebanyak 2,2% saja. Kemungkinan form factor listrik gedung sudah efisien jadi ngga bisa di efektifkan lagi. Kalau mutu alatnya saya sedikit yakin karena ada beberapa teman saya juga memasang alat itu di perusahaannya dan berhasil menghemat sebanyak rata-rata 27%.

Lalu kita ketemu lagi untuk membahas hasilnya yang dibawah standard itu. Lalu dia mengatakan bahwa alat akan dicabut dan saya ngga kena charge sama sekali. Hebatnya lagi dia mengatakan, “Saya jual penghematan bukan alatnya pak”. Jarang sekali saya ketemu penjual seperti itu. Meskipun dia juga harus menjual sebanyak mungkin tetapi kalau memang alat itu tidak terbukti dia justru menyarankan untuk beli. Biasanya juga kita membeli alat seperti itu adalah seperti membeli kucing dalam karung, kita ngga tau apakah alat itu benar-benar menghemat.

Dalam obrolan kita itu, dia berkata, “Saya mending ngga dapat uang daripada saya kehilangan hubungan dengan bapak, bagi saya yang terpenting adalah orang mempercayai saya dan bukan produk saya”. Wow… coba bayangkan kalau lain kali saya ditawari produk lain oleh dia, saya pasti langsung percaya dengan dia, apapun produknya. Sebegitu kuatnya arti kepercayaan bagi orang lain. Lalu dia berkata, “Kalau pun bapak memaksa membeli alat ini, saya tidak akan ijinkan, karena saya berarti membohongi bapak dan juga karena saya berarti tidak menjual apa-apa, karena yang saya jual adalah penghematan listrik, kalau listrik bapak tidak semakin hemat lalu uang saya terima itu untuk membayar apa?”

Banyak hal yang saya pelajari dari sang penjual alat penghemat listrik ini. Dan satu poin yang saya ingat sampai sekarang adalah ternyata modal terbesar kita dalam berbisnis bukanlah uang semata, tetapi lebih daripada itu adalah jaringan pertemanan yang kuat dan tidak dinodai oleh ketidak percayaan. Dan akhirnya alat itupun dicopot dan saya tidak membayar sepeserpun atas trial nya itu, tetapi si penjual itu mendapat kepercayaan dari saya dan perusahaan saya. Itulah modal terbesar kita dalam berbisnis dengan siapapun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar